Selasa, 04 November 2014

sesuatu soal tali temali

Mengapa kau ikat cintamu kuat-kuat? Bukannya kau bilang kau tak pernah ikut pelajaran tali-temali di sekolah dulu?

Mengapa kau ikat cintamu kuat-kuat? Bukannya kau bilang cintamu itu suka kebebasan? Suka bermain di pantai, belanja di pasar, telanjang di dapur, dan sesekali naik gunung?

Mengapa kau ikat cintamu kuat-kuat? Apa kau takut ia diambil orang? bukannya kau bilang cintamu tak ada yang menginginkan?

Mengapa kau ikat cintamu kuat-kuat? Bukannya kau bilang cinta yang terikat tak mampu berlari? Bukannya kau bilang cinta yang terikat itu perih? Bukannya kau bilang cinta yang terikat itu sakit? Bukannya kau bilang cinta yang terikat akan mati?

Bukannya kau bilang cinta yang terikat kuat itu sepi.

Senin, 03 November 2014

Suatu Sore di Taman



Sore hari sejuk sekali di taman itu, orang-orang berjalan, berbincang, dan berlari riang di bawah dahan pohon-pohon angsana yang rindang. Tanah basah menceritakan kisah tentang sebuah pohon tua yang tumbang ditiup angin dan dihempas hujan semalam. Sebuah bangku taman yang tergeletak rusak tak berdaya di pinggir trotoar adalah korban kejadian semalam. Penjaga taman memungut potongan bangku taman, sambil berharap tak ada lagi korban yang jatuh, karena itu merepotkan. Di sudut taman, seorang pria berbincang dengan seorang gadis berambut lurus, berwajah cantik, dan tingginya sedang. Sang pria terlihat bimbang, dan sang wanita terlihat bosan. Mereka sepertinya tidak sedang berbahagia sore itu.

"kenapa kau menghilang?" Tanya pria itu
"aku tak butuh penjagaanmu lagi, dan perlu kau tahu, aku memilih ini dengan kesadaran penuh, tidak seperti yang kau bayangkan."
"aku tidak bermaksud menjagamu, aku menghargai semua pilihanmu jika itu bagian dari kesadaranmu, tapi aku membutuhkanmu."
“untuk apa?” Wanita itu semakin menampakkan wajah bosannya.
“untuk membuatku ada.” Laki-laki itu berkata pelan sambil menatap dalam wanita didepannya
"kau akan terus ada meski tak bertemu denganku." perempuan itu mengeluarkan kata-kata terkahirnya hari itu. Sesaat kemudian ia pergi, menghilang ditelan pohon-pohon angsana, bangku taman, dan kesunyian lelakinya. 

Orang-orang terus berlari riang, pekerja taman masih mengeluh kerepotan, dan si pohon tua sudah di tempat pembuangan, tetapi si lelaki itu tetap diam, tak mengejar, tak memanggil, hanya berbalik lalu pulang. Dia tahu kisahnya dengan perempuan itu sudah habis.

Kaku




"berhentilah merokok" kata wanita itu pelan sambil membenahi rambutnya yang acak-acakan setelah pergumulan malam itu.
Diantara suara hujan bulan September,  mereka berbicara dalam bahasa yang tak semua orang tahu. Si lelaki bersuara seperti sapi, melenguh panjang, kadang tersendat sebentar lalu melenguh lagi. Sedangkan si wanita bersuara seperti anjing, menyalak-nyalak tak karuan, tak berhenti sepanjang malam. Semuanya berserakan, pakaian dan punting rokok, rambut dan keringat. Tubuh mereka berdempet basah, seperti tanah pada rumput, seperti air hujan pada atap.

"ahh. Apa pedulimu, aku menikmati asap rokokku, seperti aku menikmati mu dan setiap waktuku bersamamu" laki-laki itu menimpali sambil tersenyum tipis, kadang sesekali ia memainkan asap putih dari mulutnya, yang melayang pelan ke langit-langit, lalu hilang entah kemana.

Kau tahu, mereka berdua seperti pasangan serasi. Si Laki-laki adalah pria tampan dengan hidupan yang berkecukupan. Si Perempuan pun demikian, kau akan disarankan pergi ke dokter mata jika menyebut wanita itu tidak cantik. Dan malam itu mereka melepaskan semuanya. Hasrat, birahi, cinta, semua melebur menjadi sesuatu yang membuat mereka kelelahan di pagi yang sangat basah itu.

"ah kau tak akan pernah mendengarkan aku" kata perempuan itu sambil memandangi asap putih dari lelakinya yang keluar-masuk dari mulut, ke hidung, lalu ke mulut, lalu ke udara, lalu lagi-lagi hilang. Sepertinya ditelan cahaya lampu kamar dan udara pagi yang masuk dari sela-sela jendela dan lubang kunci.

laki-laki itu melirik sebentar ke perempuannya, tersenyum lagi. "kau tahu, saat pertama kali menatapmu, aku tak bisa berkata apa-apa. Kau begitu cantik, tetapi saat kau bicara semuanya berbeda. Kau seperti robot. Setiap kata yang kau lontarkan itu seperti sudah terpogram dalam kepalamu, dan yang kau keluarkan serupa surat-surat yang biasa aku terima, dingin dan tak bernyawa."

"kau akan tahu jika jadi aku" perempuan itu menjawab pelan, lalu menarik selimut untuk menutupi sebelah dadanya yang sedari tadi terbuka. “dingin” katanya lirih.

"jangan begitu, bukan kah ini sudah ke lima kalinya kita seperti ini. Jika seperti itu terus kau bisa membuatku tak bernafsu"

"ke enam kali, dan kau selalu bernafsu jika bersamaku. Kau tak bisa menghindari itu"

laki-laki itu tertawa singkat, mendengar wanitanya. Dia mematikan rokoknya dan membalikkan badan, menghadap wanitanya itu sambil menopang kepalanya dengan salah satu tangannya

"baiklah aku akui itu, tapi kau harus tahu bahwa sebuah percakapan bisa membuat pertemuan kita hangat dan berkesan"

"kau selalu berbicara seperti itu, setiap kita melakukan ini"

"apa aku salah? Percayalah padaku, hilangkan kata, 'sesuai janji', 'sudah siap', atau 'mari kita mulai', hilangkan kata-kata dingin itu maka kau, atau hubungan kita ini, akan dua, tiga kali lebih menggairahkan." Laki-laki itu kembali menatap langit-langit, lalu mengambil  rokonya lagi

"sudahlah, untuk apa kau mengaturku, kau saja tak bisa diatur."

Wanita itu bangkit dari tempat tidur, menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut lalu pergi ke kamar mandi. Si lelaki menatap wanitanya, belum sempat  menyalakan rokoknya, dia bangkit menyusul wanitanya. Tapi wanita setengah telanjang itu keburu menutup pintu kamar mandi.  Si lelaki hanya berdiri di depan kamar mandi, sedikit berteriak diab erkata,

"jika kau ingin aku berhenti merokok, maka aku akan berhenti, jika kau ingin aku tak mengatur mu akan ku lakukan, tapi hilangkan kata-kata dingin mu itu."

Laki-laki itu lalu berpakaian, dan pergi meninggalkan wanitanya yang sedang mandi dan hotel yang masih pagi. Sebelum pergi, tak lupa, seperti enam pertemuan sebelumnya, lelaki itu meninggalkan beberapa lembar uang ratusan ribu di tempat tidur, kemudian kembali menemui istrinya tanpa sempat mandi dan membawa rokok tapi membawa beberapa mainan untuk anak laki-lakinya. Dia membeli di depan hotel tempatnya bermalam dengan wanita cantiknya. 

Beberapa bulan kemudian, si lelaki lebih sering bersama wanitanya yang cantik daripada istrinya. Mungkin saat itu musim hujan dan udara sangat dingin, atau mungkin juga karena istrinya telah pergi tanpa menginiggalkan pesan, hanya cemoohan tentang gundik pada anaknya. Hingga pada akhir tahun, si lelaki dan wanita cantik menikah. Anak mereka masih tak tau pesan ibunya, si lelaki sudah berhenti merokok, dan si wanita cantik sudah tak  pernah mengeluarkan kata 'sesuai janji', 'sudah siap', dan 'mari kita mulai', mereka berdua sepakat untuk menggantinya dengan 'aku mencintaimu', 'berbaringlah sayang', 'terima kasih', dan terkadang 'mari kita lakukan lagi sayang', dan si anak hanya diam jika sedang bersama ibu barunya. 

Jika ada yang bertanya padamu tentang kisah ini, ceritakan saja bagian dimana lelaki itu berhenti merokok dan menikahi wanitanya yang cantik, jangan ceritakan sisanya, karena ini adalah kisah yang ku inginkan berakhir bahagia. Seperti waktu anakku mendapat mainan di bulan September itu.
 


Jumat, 31 Oktober 2014

cerita singkat

mari saya ceritakan sebuah kisah tentang seorang kakak yang sangat berbahagia memiliki seorang adik yang begitu mencintainya. Saking bahagianya dia sampai-sampai tidak tahu apa yang harus dia ceritakan tentang adiknya, sampai-sampai kisah ini harus saya akhiri karena tak ada lagi yang bisa saya ceritakan karena terlalu bahagia.

tamat

Selasa, 21 Oktober 2014

Puisi Penghabisan

Saya bertanya pada kelabu dimana kamu
Katanya kau di ranjang bercinta dengan seseorang
aku bilang "asuuu"
kelabu bilang "tenang"

saya pulang lewat persimpangan,
terlihat kamu dalam gembira setelah bercinta
aku bertanya "kamu senang"
kamu menjawab "tak usah ditanya"

aku pulang dengan berang
kamu terus berwajah senang
aku jalan pulang
kamu tetap di persimpangan

Minggu, 12 Oktober 2014

Sambutan

-  jo, nanti ikut nonton ludruk yo di kantor desa
+ ludruk? kok tumben lik??
-  mbuh, aku cuma disuruh ajak pemuda biar dateng. pak camat,  pak koramil, dan orang-orang penting pada dateng jo. katanya Pak kades mau ngehormatin tamunya, makanya semua pemuda disruh dateng, biar rame.
+ halah, tamu-tamunya juga orang-orang sini. kok repot-repot banget nyuruh semua pemuda dateng. memang lakonnya apa lik?
-  hanoman kawin. kata Pak Kades yang bawa lakonnya orang-orang dari jauh. Spesial dateng cuma buat menghibur tamu penting jo.
+ hanoman kawin?? sama siapa lik??
-  lah, kok malah tanya sama siapa. ya aku gak ngerti jo. makanya kalo mau tau gimana hanoman kawin dateng aja. lumayan dapet gorengan gratis plus dapet lihat gadis-gadis kampung.
+ walah lik, gadis-gadis kampung palingan si wiwin anaknya lik narto, kalo gak si sri anaknya pak bambang penyuluh pertanian itu. kalo cuma mereka, tiap hari saya juga lihat lik. lha wong tiap hari lewat depan pos ronda.
- yowis lah, sing penting dateng nanti malam, saya mau ngabarin pemuda yang lain.

Kampung Gurem adalah kampung kecil di sudut wilayah Kecamatan Parkit Kidul. tetapi anehnya, banyak tokoh-tokoh penting kecamatan yang tinggal di Kampung Gurem. Pak Camat adalah salah satunya, yang entah secara kebetulan atau tidak adalah saudara dari Pak Kades. Lik To, sebagai tokoh pemuda yang sudah tidak muda lagi jadi sibuk setengah mati memberi tahu pemuda supaya dateng ke kantor desa nanti malam buat nonton ludruk. Malamnya, sesuai dengan permintaan pak Kades, seluruh pemuda datang ke kantor desa, ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak, gadis-gadis, termasuk Sri dan Wiwin yang sering di lihat karjo kalo mereka mau ke pasar. Tepat jam 8 malam acara mulai, musik dimainkan, MC naik keatas memberi sapaan hangat tapi kalah sama dinginnya udara kampung Gurem. Maklum deket gunung. MC mulai bicara.

- selamat datang bapak-bapak, ibu-ibu sekalian, pemuda-pemuda juga selamat datang. Ludruk hari ini diadakan dalam rangka memperingati keberhasilan kampung Gurme jadi kampung paling bersih. Berkat Pak kades yang tak lupa memberi anjuran pada warga sekalian.

Orang-orang bertepuk tangan malas, anak kecil menangis minta pulang, ada ibu-ibu gendut jatuh kepeleset kulit pisang. Semua orang tertawa. Si Ibu malu tak jadi nonton kemudian pulang. MC mengambil alih perhatian lagi.

- Jadi warga-wrga sekalian, pasti sudah tak sabar. Pementasan ludurk malam ini berjudul hanoman kawin.

penonton bertepuk kencang,

- tapi, sebelum acara dimulai, kita harus memperkenalkan tamu yang jauh-jauh hadir ke kampung kita tercinta ini. selamat datang untuk Pak Camat dan Bu Camat selaku penggerak PKK kecamatan, Pak Koramil, Pak Kapolsek, Pak kades dan Bu Kades selaku penggerak PKK Desa, dan Ketua Panitia acara ini Pak Hamid.

Semua tamu tersenyum manggut-manggut, warga desa sibuk sendiri.

- Susunan acara hari ini adalah, pembukaan, sambutan, penyerahan hadiah, dan pementasan ludruk. Pertama-tama marilah kita buka acara ini dengan bacaan basmalah.

Semua warga, serentak bersuara, bismillahirrahmanirrahim.....

- Acara selanjutnya sambutan, pertama sambutan dari pak Camat, waktu dan tempat dipersilahkan

diiringi tepuk tangan malas, Pak Camat dengan batik merahnya melangkah tegap ke panggung, membawa secarik kertas, mengetes microphone dan mulai berbicara.

- Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat malam pada Pak Koramil, Pak Kapolsek, Pak kades dan Bu Kades selaku penggerak PKK Desa, dan Ketua Panitia acara ini Pak Hamid, dan warga yang berbahagia.Malam hari ini kita berkumpul.... bla...blaa....

Setelah Pak Camat, pak Pak Koramil memberi sambutan soal kemanan ternak, lalu Pak Kapolsek soal maling yang berhasil dutangkap kemarin, dilanjutkan Pak kades tentang desa yang semakin bersih, kemudian Bu Kades selaku penggerak PKK Desa mau bicara soal KB, dan yang terhakhir Ketua Panitia acara ini Pak Hamid untuk laporan. Tapi Belum Sempat bu Kades naik podium, warga sudah berkurang setengah. kelalahan menunggu sambutan katanya. setengahnya lagi sibuk ngantri gorengan karena yang jaga Mbok Dariyah janda binal kampun Gurem, dan setengahnya lagi entah kemana, sepertinya juga pulang karena anaknya sudah merenge, ngantuk minta pulang.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Terburu-buru

apakah besok pagi kita akan berjumpa lagi? berjumpa dalam tenang tanpa nafas yang menderu seperti ini. Aku suka dirimu saat tersenyum manis, bukan seperti sekarang. Berapa kali ku katakan kau sangat cantik tanpa matamu nanar dan mengecawakan itu. Maaf kan aku terlalu menuntutmu. maafkan aku membuatmu melotot seperti hari ini. Aku tak ingin menyakitimu. Dengan seluruh ide tentang cinta yang dapat kupahami dan seluruh nafsu kelaki-lakianku, aku mencintaimu. Kadang ku sebut kau binal, tapi janganlah kau ambil hati, itu hanya usahaku untuk mendapat cubitan di perut atau rengekan manjamu yang selalu kusuka. Ahh, tapi besok aku mungkin tak akan menemukanmu lagi. Maafkan aku, membuatmu melotot seperti hari ini. Aku tak ingin menyakitimu. Aku ingat suatu hari saat kau ingin pergi pagi-pagi sekali, "melihat matahari pagi itu menenangkan", katamu. Itu hari yang indah sayang, rambutmu terurai mesra, wajahmu berwarna kuning keemasan, sedikit gelap disatu sisi, tapi aku menikmatinya. Kau tersenyum manis sekali. Sudah kukatakan berulang kali kau cantik jika tersenyum. Bukan dengan mata melototmu itu. Rona pagi yang sebentar lagi muncul tak akan bisa kau nikmati dengan mata melotomu itu.

oh ya, sebelum aku pergi, harus kuceritakan padamu soal ayahmu yang terburu-terburu menikahkan kita, aku benci itu. aku tak bisa hidup dalam takanan waktu, apalagi dari ayahmu. Ibumu pun demikian, kau pun demikian. Sudah berapa kali ku katakan aku benci hidup terburu-buru. Mungkin keluargamu tak mengerti ucapanku, kau pun sepertinya tak mengerti.

Semoga tali dilehermu, mata melototmu, dan lidahmu yang terjulur itu bisa membuat semuanya mengerti. Aku tak bermaksdu menyakitimu, hanya ingin membuatmu mengerti. Kini harus kutinggalkan kau dalam rona pagi yang tak bisa lagi kaunikmati. selamat tinggal.

Sabtu, 27 September 2014

kisah burung yang terlambat datang ke upacara Sulaiman

laki-laki, perempuan berparade di jalan raya, ada yang memakai pakaian zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, zaman sekarang, lebih banyak yang bertelanjang. Anak kecil bersorak riang, bapak ibu sibuk mencari anak mereka yang hilang akibat terlalu riang. para tetua mencemooh keadaan yang tak terkendali, tak seperti zaman dia muda dulu katanya. Ahh, tetua-tetua itu hanya iri tak bisa bertelanjang, kata anak muda lalu terus berciuman. Ini zaman keemasan, dimana laki-laki dan perempuan meraih kebebasan. Tak perlu takut tiang gantungan, polisi moral, atau oknum pejabat yang menjaga kesopanan. "Berbahagialah kalian semua dalam nikmat kebebasan yang tiada kira", suara itu bergema di seluruh kota, terus memburu hati setiap orang agar terus senang-senang. Hari menjelang siang, semua orang terus bersenang-senang, "anggur telah habis" teriak seseorang dari kerumunan. Tiba-tiba semuanya berhenti, para penari berhenti menari, penyanyi berhenti menyanyi, orang-orang yang telanjang seperti bingung mencari pakaian, "bagaimana kita bisa bersenang-senang tanpa anggur", teriak seorang lagi di kerumunan. Orang-orang seperti sepakat dengan orang itu, mereka bergumam bertanya-tanya bagaimana caranya bersenang-senang. Dalam kerumunan yang bingung itu tiba-tiba ada yang berteriak "dia mencuri anggurku", terlihat seseorang lari membawa sebotol anggur. Seua orang mengejarnya, dan ketika pria itu tertangkap, mereka memperebutkan anggur itu. Setiap orang menjadi gila berebut anggur. Dalam sekejab, semua orang terlibat memperebutkan seotol anggur. Semua saling membunuh, dan akhirnya tak ada yang mendapat anggur itu.

Tanpa mereka sadari, burung hud-hud mengamati kejadian itu. Dia sedang terburu-buru. Usut punya usut dia terlambat datang ke upacara Nabi Sulaiman karena seharian mengamati kerajaan dengan ratu cantik yang menyembah matahari. "ahh ini bukan perkara yang menyangkut tegaknya islam" kata burung hud-hud sambil terus berlalu.

Rabu, 24 September 2014

sore di pinggir jalan

matahari panas sekali, es teh laris dibeli, tukang sapu menciptakan badai debu, gadis cantik menutup muka seperti ninja, tugas menanti sebelum jam setengah enam, saya pusing bukan kepalang, jalanan kabut asap, mobil menyongsong mengejar waktu, sepeda motor itu  semut kecil yang tak takut terlindas, anak kecil jatuh, saya tersentak, ibunya berteriak, darah muncrat, saya sehat, anak kecil sekarat.

Selasa, 16 September 2014

saat komputer rusak dan harus ke warnet



          "kepada terang, reduplah! agar aku dapat menikmati rindu yang semakin menggila"

sekali-kali datanglah sebelum maghrib, saat sampah belum habis terbakar, saat tanah halaman depan rumahku belum kering disapu panas sore dan ban motor yang lewat.
sekali-kali mampirlah sebentar saat aku sedang diam menunggu kabar atau resah mengirim pesan.
sekali-kali datanglah saat terang, saat aku tak disibukkan gelap atau melawan rindu yang memburu.




Minggu, 07 September 2014

Waktu berak saya...

Kemarin saya berak lama sekali. benar-benar lama sampai-samapai kaki saya kesemutan. Dalam perenungan itu saya berpikir tentang manusia, Tuhan, uang kontrakan, kamu, dan mengingat-ingat kapan terakhir kali saya berak, tiga hari lalu mungkin. Satu hal yang paling lama menyita waktu berak  istimewa saya di pagi minggu yang cerah itu adalah tentang manusia dan waktu. Bagi saya manusia adalah seonggok daging yang dikelilingi waktu, kita hidup dalam waktu, dikejar oleh waktu, mengejar waktu, menstruasi  dan membayar kontrakan itu sama; harus tepat waktu. Kita tidak bisa menciptakan waktu, waktu itu muncul dan ditetapkan tanpa kita paham mengapa waktu begitu penting. Sedikti penjelasan, waktu yang saya maksud disini adalah ukuran yang ditetapkan oleh manusia dengan alat ukur seperti jam dinding, jam tangan, jam hape, jam weker, dan jam-jam lainnya. Padahal ayam jantan  tahu kapan dia harus berkokok tanpa memakai jam tangan; meskipun dia tidak punya tangan, dan burung tahu kapan harus pulang meskipun anaknya tak mengiriminya pesan singkat, sticker line, dan meskipun dia tak punya anak.

Yang paling mengherankan adalah dokter-dokter atas nama kesehatan menetapkan rangkaian waktu berak yang baik dan "menyehatkan". Pukul 8 pagi dan setiap hari atau dua hari sekali dianggap sebagai cara berka yang baik dan menyehatkan (ini artikelnya Berak). Coba bayangkan, waktu yang paling intim antara saya dan tubuh saya juga diatur. Jika kita menggunakan sedikit teori kospiurasi paling populer saat ini, kondisi ini disebut sebagai penetrasi kapitalisme dalam ranah yang paling privat dalam kehidupan manusia. Teori mengenai berak yang menyehatkan ini mengajak dan memaksa manusia untuk melakukan ritual pagi atas nama kesehatan. Namun coba dicermati lebih jauh, jika manusia berak jam 8 pagi,  maka kecil kemungkinan baginya untuk berak di jam-jam lain di hari itu, yang notabene adalah waktu kerja produktif bagi buruh ataupun pegawai kantoran. Semakin sedikit waktu yang dibuang untuk melakukan aktivitas produksi maka semakin banyak barang yang dihasilkan, dan semakin banyak barang yang dihasilkan maka semakin banyak untung yang didapat. Sungguh jahat.

Waktu memaksa kita untuk terus bergerak atas nama produktifitas, waktu juga memaksa kita untuk terus mengkonsumsi, dan tak ada waktu yang cukup untuk bisa membuat kamu mengerti betapa aku mencintai kamu.(hahaha). Jika kalian mau cobalah sedikit mengakali waktu, jangan berak jam 8, jangan beli hape baru jika kalian merasa telah menggunakannya selama bertahun-tahun, jangan beli baju baru jika hanya ada baju dengan warna lebih cerah. Jadilah pengatur waktu bagi diri kalian sendiri. Hiduplah dengan waktu yang kalian ciptakan sendiri dan kalian maknai sendiri. Seperti duduk dikamar berdua selama berjam-jam tanpa menghiraukan ini jam berapa, bercakap-cakap dengan teman meskipun waktu bilang saatnya pulang, atau berak jika kalian ingin dan ingat untuk berak. Tapi jangan terlalu cepat dan terburu-buru melepaskan dan menciptakan waktu, masih banyak waktu yang perlu dihiraukan, seperti jam diatas layar monitor saya yang menunjukkan lamanya pengguanaan jasa warnet dan biaya yang harus dibayar.

Ingat ciptakan waktu kalian sendiri dan maknai dia dengan sepenuh hati.


Sabtu, 30 Agustus 2014

Bertiga

Aku masih ingat di kamis yang lampau kita berjalan; di bawah bintang, tak bergandeng tangan,  tak bertatapan. aku ingat kita masih meresapi lakon yang bahkan kita berdua tak mengerti apa artinya.
Aku mengajakmu bicara, tapi kau memilih berbincang dengan sepi. Di kamis yang lampau itu pula aku selalu ingat bahwa kita tak selalu berdua. Kita bertiga.

Antara Ardilla dan Frau

aku ingin berbulan madu di atas pelangi, kau ingin menjadi pasangan pertama yang bercinta diluar angkasa, ohh sayang, kita terpisah dua generasi.

Selasa, 26 Agustus 2014

15 menit perjalanan

langit masih terang, sore belum datang, anak-anak bermain di halaman, yang lain mengamen dijalan. Mobil berderu kencang, motor maengikuti di belakang, sepeda tak bisa menyebrang, tukang parkir duduk menunggu panggilan. Ada gelandangan terpejam, berdiri, memegang pagar, padahal hari masih terang. Saya lewat di seberang, menatap bosan tanpa rasa heran. Mungkin dia kelelahan atau dia jarang makan. ahh, saya masih tak heran.

hal-hal

ketika seorang manusia terjebak dalam kegagalan yang diulang-ulang, apa ungkapan yang tepat untuknya selain bodoh? ketika manusia berhenti bertanya karena terlalu sering ditanya mengapa ia selalu bertanya, apa ungkapan yang tepat selain bodoh? dan ketika manusia yang mencintai manusia lainnya tanpa mencintai dirinya sendiri, apakah ia juga bisa disebut bodoh?

Senin, 11 Agustus 2014

Eko Budi Hartono

Dua hari setelah ulang tahunnya, Eko Budi Hartono wafat di Samarinda karena serangan jantung. Sehari sebelumya, di malam hari, dia datang ke kantornya bersama satpam menonton pertandingan catur antara temanya dengan temannya yang lain. Dua hari sebelumnya, dia berulang tahun dan membagi-bagikan lontong kaldu ke tetangga di sekitar kontrakannya. Tiga hari sebelumnya dia kecelakaan dan mengalami sedikit lecet di bagian paha, tapi esoknya dia pulang dan kembali bercanda. Seminggu sebelumnya dia datang ke rumah temannya dan bercakap-cakap tentang keraguannya akan umurnya yang tak sampai empat puluh tahun. Sekitar lima tahun sebelumnya dia mengajarkan saya membaca peta dengan metode back azimuth, cukup menarik tapi tidak terlalu sering saya gunakan. Di hari yang berbeda di tahun yang sama, dia menceritakan pengalamannya mendaki gunung, melakukan ekspedisi tujuh puncak jawa, dan menjadi tim relawan SAR di gunung Argopuro. Beberapa tahun sebelum tahun itu, dia masih kuliah dan belum lulus, bercerita tentang kuliah yang terhambat karena mengikuti eskavasi di trowulan, membuka warnet, dan susur sungai mencari jejak-jejak purbakala sebagai bahan skripsi. Masih di tahun yang sama dan hari yang berbeda, dia menunjukkan cerpennya, romantis dan tragis. Tiga puluh enam tahun kemudian, dia wafat, meninggalkan keluarga yang bersedih, anak-anak yang masih tak tau apa yang terjadi, istri yang menangis semalam penuh, mimpi-mimpi menjadi arkeolog, dan semangat untuk membuat cerpen yang romantis dan tragis.

Untuk Eko Budi Hartono alias Crayon alias Asraf alias Ayah alias Mas Eko alias Om Eko.