Rabu, 06 November 2013

surat



Selamat malam kawan, 

Apa kabarmu? Semoga baik-baik saja.

Mungkin kau bertanya ada perihal apa surat ini aku tulis dan aku tujukan padamu. Aku hanya merindukanmu kawan. Aku tak mau menyebutmu kawan lama, karena waktu menjadi hal yang tak patut diingat ketika kita bersama. Karena kita akan selalu menjadi kawan tanpa perhitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun yang sudah kita lewati. Aku rasa cukuplah berbasa-basi, karena aku tau kau bukan penyuka hal yang remeh temeh dan berbelit-belit. Harus jujur aku katakana, aku hanya ingin bercerita bersamamu kawan. Mengingat-ingat lagi segala hal yang sudah kita lakukan, sesuatu yang kita bangkitkan dan sesuatu yang kita bangun 

Apa kau ingat menara yang pernah kita bangun dahulu? Menara yang kita letakkan meriam diatasnya, lalu kita tembakkan meriam itu kearah mereka yang angkuh? Menara itu sudah rapuh kawan, meriamnya berkarat, atapnya hilang tertiup angin waktu hujan kemarin. Sayang sekali. Apa kau ingat surau yang kita bangun bersama dahulu? Surau tempat kita membangun khayalan tentang apa itu yang sempurna? Surau itu hampir rubuh kawan, lagi-lagi terkena angin, yang tersisa hanya ruangan kosong dengan kayu-kayu patah, paku-paku yang keluar, dan tiang-tiang yang berlubang. Satu lagi, apa kau ingat tentang perahu yang kita buat dari amarah dan resah? Perahu yang ingin kita gunakan berlayar ke pulau seberang? Perahu itu masih ada kawan, tidak karam, hanya berlubang disana-sini, tapi sayang tak bisa ditambal. Mungkin karam jika terkena gelombang pasang. Aku jadi bertanya-tanya apa kita masih bisa ke pulau seberang?

Sudah lama sekali aku tak melihatmu, karena kesibukan kita. Beberapa kali aku mendengarmu sedang bersama seseorang. Aku juga mendengar kau sedang membangun jembatan untuk mengurangi jarak antara kita, bersamanya. Tapi aku tak melihat jembatan, kau, atau dia disana, yang kulihat hanya jurang dalam yang belum selesai digali. Jurang dalam yang justru menegaskan jarak antara kita kawan. Aku ingin bertanya padamu tentang jurang itu, tetapi jarak sudah terbentuk, dan pertanyaanku tak pernah sampai karena jarak telah menghabisi pertanyaan-pertanyaan itu bahkan sebelum mencapaimu. Namun, aku tak pernah meragukanmu kawan. Saat ini aku sedang berusaha membangun logika tentang jembatanmu yang membutuhkan jurang agar jembatan itu berguna. Karena itu, aku masih berharap banyak padamu kawan. Selesaikanlah jurang dalam itu, tapi jangan terlalu dalam, nanti kau dan dia tak bisa kembali dan membangun jembatan itu.

Salam hangat untukmu, kawanku (semua) yang sedang dimabuk asmara.