Senin, 26 Agustus 2013

berbahagialah kita semua yang percaya pada rezeki.

Banyak yang bilang hidup itu seperti roda, kadang di atas kadang di bawah. Terkadang hidup itu semanis gadis cantik kembang desa atau mahasiswi baru idola remaja, tetapi kadang kebalikannya. Tidak ada seorang manusia pun yang tahu kapan seorang manusia berada di atas kapan di bawah, tidak juga peramal, dukun, dan paranormal.  Kepercayaan pada sesuatu yang pasti adalah sebuah wujud ke-absurd-an manusia. Ada sebuah ungkapan (yang saya lupa siapa) yang mengatakan bahwa satu-satunya yang pasti adalah ketidakpastian. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok atau nanti malam, mungkin pagi bahagia, siang bahagia, malam bersedih, atau sebaliknya.

Tetapi manusia sulit menerima kenyataan ini. Kehilangan, kesedihan, atau kesakitan yang di dera sangat sulit untuk di terima sebagai sebuah siklus perputaran roda seperti sebelumnya. Kemudian manusia berusaha mencari penjelasan dari musibahnya tadi, entah dengan cara ilmiah atau tidak ilmiah, tapi yang jelas segala usaha akan dilakukan demi mendapat penjelasan yang dianggap pasti. Tapi, seringkali manusia itu tidak pernah puas. Penjelasan saja tidak cukup, harus ada manusia lain yang salah dan disalahkan. Akibatnya, saling tuduh terjadi, rasa curiga menguat, isu-isu negatif di gemborkan, dan akhirnya terpecah semuanya.

Maka, berbahagialah kita semua yang percaya pada sesuatu yang dinamakan rezeki. Sesuatu yang tidak terikat pada apapun, sesuatu yang manusia tidak bisa kendalikan apalagi menyalahkan sang pemberi dan pencabut rezeki.


 

Minggu, 18 Agustus 2013

Mesir

Di beranda facebook saya ramai orang-orang yang membagikan tautan tentang pembunuhan masal orang-orang tak bersalah di Mesir, tentang matinya para mujahid dengan jumlah besar dalam waktu singkat. Di twitter penanda #saveEgypt atau #stopMassacreInEgypt menjadi bahan pembicaraan dunia. Jumlah korban simpang siur, kelompok IM (Ikhwanul Muslimin) mengatakan telah terjadi pembantaian besar-besaran oleh militer, sedangkan kelompok militer mengatakan bahwa mereka hanya mempertahankan diri dari para pemrotes yang bringas. Sebenarnya saya tidak terlalu peduli dengan hal ini, hanya saja permasalahan ini semakin aneh ketika dua kelompok yang sedang bertengkar dan orang-orang yang memperhatikan terlalu sibuk mempermasalahkan jumlah korban yang ada. Saya paham, bahwa jumlah korban akan memberikan pembenaran yang cukup baik bagi kedua belah pihak. Jumlah korban yang melimpah ruah akan membuat posisi IM sebagai pendukung Mursi semakin kuat dan mendapat dukungan dari berbagai kalangan, sedangkan jumlah korban yang tidak terlalu banyak akan membuat posisi militer tidak terlalu mendapat tekanan dari khayalak, dan mungkin bisa membantu militer untuk membenarkan tindakannya.

Sudah saya katakan sebelumnya bahwa saya tidak terlalu mengerti dan tidak terlalu peduli dengan masalah Mesir ini. Saya seperti orang kebanyakan yaitu, golongan orang yang merasa tergangu aktivitas dunia mayanya karena berbagai tautan yang membanjiri beranda facebook dan twitter. Saya hanya menjadi prihatin ketika terjadi saling hujat antara kelompok satu dan kelompok lain karena perbedaan jumlah yang di sampaikan, atau karena yang disoroti bukan yang mereka inginkan, atau mungkin tidak ikut aksi yang di jalankan. Dari sini terlihat jelas bahwa telah terjadi kebencian antara satu dan yang lainnya. Mungkin contohnya seperti ini:




ya,, seperti ini,

*Saya tidak tahu apakah hal-hal seperti ini ada di beranda kalian, tapi jika kalian menemukannya sebaiknya kalian mulai khawatir.

Menjadi pembenci adalah masalah setiap orang, tetapi ketika kebencian tersebut ditularkan kepada orang lain dan membuat yang lainnya turut menjadi pembenci, itu yang menjadi masalah. Saya pernah mendengar sebuah ungkapan, "kasihanilah yang masih hidup, jangan kasihanilah yang sudah mati", nampaknya ungkapan ini harus dipahami oleh orang-orang yang terlalu sering menghujat di dunia maya soal jumlah orang yang tewas di Mesir. Ibaratnya, kita sedang membeli jeruk 2 kilogram, tapi kita yang kita dapat adalah apel 1 kilogram, lalu yang kita permasalahkan adalah jumlah kilogram yang kita dapat, bukan buah yang kita inginkan. Sangat aneh bukan?

Semoga nanti bisa menjadi lebih baik.



Kamis, 15 Agustus 2013

Manusia Spons

Melihat kampanye calon gubernur Jawa Timur saya jadi prihatin. Prihatin bukan pada calon gubernurnya, tapi orang-orang yang berada di samping kanan-kirinya. Yang berteriak lebih kencang dari calon gubernurnya, bekerja lebih keras dari calon gubernurnya, yang lebih berkeringat di banding calon gubernurnya. Orang yang selalu ada untuk membuat orang lain yang tidak mengerti bertepuk tangan, berdoa dan mengucap amin. Tipikal orang seperti ini bekerja dengan mekanisme spons. Tahu spons? bukan Bob si spons yang berwarna kuning dan bercelana kotak. Tetapi spons yang biasanya digunakan ibu-ibu modern untuk mencuci piring (ibu-ibu tradisional biasanya menggunakan sabut kelapa).

ini contoh spons ibu modern

*Spons memiliki daya serap yang kuat, dikarenakan rongga besar sehingga memungkinkan terjadinya peristiwa kapilaritas. haha

Orang-orang yang seperti spons itu tidak hanya ada di sekitar para calon gubernur, diluar sana banyak orang model spons. Dalam bahasa yang lebih kasar, orang macam spons ini biasa di sebut penjilat. Meskipun ada sedikit perbedaan diantara keduanya. Manusia spons ini biasanya memiliki loyalitas yang tinggi pada atasannya, mereka akan berusaha melakukan segala sesuatu untuk membuat atasannya puas dengan pekerjaannya, tapi dengan mengharap balasan yang setimpal tentunya. Mereka akan menyerap semua yang di miliki oleh atasannya, perintah, pendapat, dan ajakan. Berharap bisa seperti tuannya atau paling tidak mendekati tuannya.  

Tapi, spons yang di beri air adalah spons yang akan dipakai, dan spons yang dipakai berarti akan diperas dan kehilangan air. Hingga pada akhirnya, spons itu sudah diperas sampai habis, kotor, dan ditinggalkan. Mungkin mereka salah memilih tuan, atau memang takdir menjadi sebuah spons memang seperti itu, saya tidak tahu.


Mbah Petani

Seperti kebanyakan keluarga lainnya, fenomena lebaran berhasil mempertemukan keluarga saya dengan keluarga-keluarga lain yang masih memiliki hubungan keluarga dengan keluarga saya. Tidak terkecuali seorang keluarga petani yang mana adalah keluarga dari kakak angkat saya, yang mana (lagi) hal tersebut berarti petani tembakau itu adalah kakek dan nenek saya. Sebenarnya sudah setiap tahun saya berkunjung ke rumah Mbah saya itu, jadi tidak ada kecanggungan ataupun perasaan asing waktu bertemu. Mbah saya ini adalah petani dan peternak. Sebagai peternak dia punya sekeluarga Sapi di depan rumahnya, tapi sebagai petani, mbah saya masih harus menyewa lahan karena, seperti petani kebanyakan di wilayah Situbondo, mbah saya tidak memiliki cukup uang untuk membeli lahan.

Kakek atau Mbah saya ini adalah seorang petani tembakau sekaligus pengolah tembakau. Dia bercerita bahwa bertani dan mengolah tembakau diajarkan secara turun temurun dari keluarganya. Maklum, pada jaman penjajahan dulu, wilayah tapal kuda (Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi, Jember) merupakan salah satu penghasil tembakau dan penghasil tebu yang cukup besar. Jadi tidak salah jika di daerah tersebut banyak orang-orang yang menggantungkan hidupnya dari bertani dan mengolah tembakau. 

Sore itu mbah saya curhat soal lahan tembakau anaknya yang rusak karena terkena angin, rugi besar, tidak bisa di tolong lagi katanya. Dia kecewa bukan hanya karena rugi, tapi karena gagal mengajari anaknya. 

Itu baru kena angin, bagaimana nanti jika rokok dilarang karena merusak kesehatan generasi bangsa, merokok diharamkan karena di anggap pekerjaan sia-sia dan banyak ruginya, petani tembakau tidak boleh menanam tembakau, dan disuruh menanam padi dan palawija karena produksi tembakau hanya untuk kosmetik dan obat yang tidak seberapa. Bagaimana mbah saya? bagaimana petani temabakau? 

Kasihan nasibmu mbah,,