Minggu, 29 September 2013

Kasus Bukan Pengalaman Pribadi

Sudah lama sekali saya tidak menulis di blog ini. Untung saja ini bukan facebook, yang jika di tinggal beberapa hari akan banyak orang berjualan di halaman profil. Tidak adanya jaringan internet dan leptop bercampur jadi satu, kemudian menciptakan situasi yang saya namakan, "kekosongan tiada tara". Tetapi perlu diingat bahwa ini bukan salah negara yang tidak bisa menyediakan akses informasi pada rakyatnya. Ini harus di tekankan, karena saya tidak mau tulisan ini disalahgunakan orang-orang yang merasa bertanggung jawab mengurusi keluhan rakyat agar didengar oleh pemerintah. ehh.. baiklah kita lanjutkan

Kekosongan yang tiada tara ini bukan keluhan, bukan juga rasa syukur, tapi lebih kepada ekspresi dari perasaan yang tidak bisa di gambarkan #weits. Manusia--menurut saya--tidak bisa hidup tanpa informasi, karena manusia selalu ingin tahu, istilah kerennya kepo. Meskipun beberapa anak gaul ibu kota sering membedakan istilah kepo dan perasaan ingin tahu manusia, tapi saya rasa kata kepo bisa digunakan dalam masalah ini. Jadi keterbatasan akses yang saya miliki sedikit-banyak menghambat saya untuk mencari informasi terkini, entah tentang transfer pemain bola, berita mancanegara, atau teman yang sedang menjalin cinta secara tidak terduga. Di sisi lain, keterbatasan membuat saya menjadi lebih tenang. Otak dan pikiran saya tidak di ributkan dengan masalah statusisasi hubungan si goyang itik, hebohnya goyang bukak sitik, atau update terbaru film titik-titik-titik (sensor).

Tetapi untunglah informasi tidak hanya di sebarkan lewat media sosial atau internet, ada koran, majalah, buku, dan semua benda-benda dari kertas yang sudah dianggap tidak praktis lagi. Keberadaan benda-benda itu sangat membantu untuk memuaskan perasaan ingin tahu saya. Selain itu, pemanfaatan koran dan majalah dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi juga sangat membantu saya dalam menyaring informasi.

Mengapa bisa demikian?

pertama, Internet sebagai sumber yang paling populer dalam memberikan informasi, memiliki masalah dalam hal menjaring informasi. Kehebatan internet dalam mencari informasi tidak perlu kita pertanyakan lagi, dengan satu kata kunci saja, semua informasi yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan kata kunci tersebut akan muncul. Hal ini menyebabkan pengguna internet yang perasaan kepo-nya terlalu besar akan menghadapi kesulitan untuk menahan berbagai godaan yang muncul ketika mencari informasi yang dibutuhkan. Berikut saya berikan studi kasus untuk menjelaskan argumen saya:

Si Budi adalah anak dari Ibu Ani. Dia berusia 19 tahun dengan rasa ingin tahu yang besar. Mereka baru beberapa minggu tinggal di Jogjakarta. Ibu Ani adalah seorang pesolek, baginya penampilan adalah nomor satu. Ini membuat dia menjadi sangat pemilih, terutama masalah salon kecantikan. Suatu hari Ibu Ani ingin mencari salon karena salon tempat biasa dia merawat tubuh tidak ikut pindah ke Jogjakarta. Ibu Ani kemudian menyuruh Budi, anaknya, untuk mencari info salon di Jogjakarta melalui media Internet. Budi kemudian bersegera menyalakan komputer dan jaringan internet untuk menjalankan perintah orang tua. Seperti pengguna internet kebanyakan, Budi membuka situs search engine terpercaya, google namanya, dan menuliskan kata kunci "info salon Jogjakarta". Alangkah terkejut dan bercampur bahagia (sedikit) Budi ketika yang ia dapati tidak hanya informasi seputar salon di Jogjakarta, tetapi juga "salon" di Jogjakarta. Karena Budi adalah tipikal laki-laki muda dengan semangat membara demi membantu orang tua, maka dia secara bertahap mencoba satu per satu "salon" di Jogjakarta dan memberikan informasi yang pasti tentang salon di Jogjakarta kepada ibunya.

Berdasar studi kasus tersebut, sangatlah jelas bahwa internet memiliki standar godaan yang lebih besar jika dibandingkan dengan koran atau majalah. Saya yakin, jika Budi mencari salon lewat majalah kecantikan pasti ceritanya akan sangat berbeda. Perlu di jelaskan disini bahwa cerita di atas hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, tokoh, dan peristiwa harap di maklumi. Kerancuan akhir cerita sengaja saya lakukan untuk menghindari berkembangnya cerita tersebut menjadi cerita dewasa karena saya sendiri adalah orang dengan keiingintahuan yang luar biasa. Satu lagi, kata kunci "info salon Jogjakarta" pernah di coba oleh seorang teman saya, dan hasil pencariannya seperti yang digambarkan dalam cerita.


bersambung....